CARA MUDAH HACK WIFI WPA/WPA2 PSK DENGAN DUMPER DAN JUMPSTART 100% BERHASIL JumpStart Dumpper 2022 Jadi disini saya masih menggunakan dumper versi 91.2, versi terbarunya sudah ada, saya sarankan lebih baik gunakan versi ini saja, karena fiturnya lebih mudah sekali di gunakan untuk pemula, baiklah langsung saja kita masuk ke cara menggunakannya seperti di bawah ini Cara menggunakan : 1. Silahkan matikan Antivirus seperti smadav, avast, dan sejenisnya, agar lebih mudah saat proses instalasinya. Setelah men-download dan meng-install softwarenya di laptop atau komputeru, silahkan buka software Dumpper. link download dibawah. https://dailyuploads.net/uu6jgxclgk1v 2. Pada tab Networks silahkan kamu pilih Networks adapters lalu Scan. 3. kemudian Masuk ke tab WPS dan pilih Scan lagi. 4. Setelah semua jaringan terlihat, silahkan kamu pilih dengan mengklik jaringan yang ingin di-hack. Pilihlah jaringan yang sinyalnya lebih dari 75% agar peretasan lebih cep...
MAZHAB-MAZHAB SUNNI YANG TELAH LENYAP DAN PENYEBAB-PENYEBAB LENYAPNYA
A. Mazhab
Sunni yang Lenyap
1. Mazhab
At-Thabari
Nama lengkapnya : Nama
lengkap beliau Muhammad bin Jarir bin Yazid At-Thobai yang bisa dipanggil Abu
Ja’far dan dikenal dengan nama At-Thabari karena dinisbatkan dengan nama
negaranya. Kelahirannya, Berdasarkan pendapat yang paling rajih adalah
pada tahun 224 H. Namun ada pula yang mengatakan bahwa dia lahir pada tahun 225
H. Letak perbedaan tahun kelahiran ini dikisahkan imam Ath-Thabari sendiri
ketika muridnya yang bernama Abu Bakar bin Kamil menanyakan kepadanya. Imam
Ath- Thabari berkata, “Penduduk daerah kami membuat penanggalan berdasarkan
peristiwa-peristiwa yang terjadi dan bukan berdasarkan tahun. Beliau lahir di
desa Amil/Amal daerah subur di daerah Thabaristan.
Sifat Fisik Imam
Ath-Thabari: Berkulit sawo matang, bermata lebar, berbadan kurus
dan tinggi, berbicara fasih, rambut dan jenggotnya berwarna hitam sampai
meninggal. Biarpun pada rambutnya nampak ada sebagian uban, tetapi uban bukan
karena semir atau pewarna lain. Kecerdasannya:
Al-Khatib Al-Baghdadi berkata, “ Muhammad bin Jarir bin Yazid bin Katsir
bin Ghalib adalah salah satu imam para imam yang kata-katamya sering dijadikan
sandaran hukum, pendapat dan pengetahuannya serta keutamaannya sering dipakai
rujukan”. Beliau bamyak bersafar dan berguru dengan ahli sejarah, beliau juga
salah seorang yang memiliki ilmu banyak dan cedas, banyak karangannya dan belum
ada yang menyamainya. Pada umur 7 tahun pun beliau sudah dapat menghafal
al-Qur’an, menjadi imam saat berumur 8 tahun, dan mulai menulis ghadits saat
umur 9 tahun.
a) Sejarah Imam
Ath-Thabari:
Imam Ath-Thabari memilii
lebih dari 40 guru, diantaranya: “ Muhammad bin Abdul Malin bin Abi
Asy-Syawarib, Ismali bin Musa As Suddi, Ishaq bin Abi Isroil, Muhammad bin Abi
Ma’sar dan yang lainnya. Banyak kota-kota yang sudah disinggahi beliau, namun
beliau masih belum puas dengan hanya memasukinya sekali, beliau masuk ke kota
tersebut beberapa kali untuk memuaskan ilmunya. Beliau sangat antusias akan
hausnya ilmu, perjalanan kehidupan beliaupun hanya dihbiskan untuk menimba ilmu
untuk berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain dan dari satu daerah ke
daerah yang lain. Beliau menjalani hidupnya dengan zuhud dalam urusan harta,
sehingga beliau tidak pernah memikirkan untuk mengumpulkan harta. Akibat beliau
sangat haus ilmu tersebut beliau membujang sampai meninggal, tanpa menikah
dengan siapapun.
Menurut Imam Ath-Thabari ilmu
telah menyibukkan dan memberikan kenikmatan dan kelezatan tersendiri yang tidak
akan pernah dirasakan kecuali bagi yang telah menjalaninya. Ketika seseorang
telah tenggelam dalam lautan ilmu di masa mudanya, maka menikah sering
terabaikan. Al-Khotib berkata: “Aku mendengar Ali bin Ubaidillah bercerita:
“Sesungguhnya Muhammad bin Jarir di rumah selama 40 tahun, setiap harinya
menulis 40 lembar.
Al qodhi Abu Abdillah Al-Qudho’i: “Ali bin Nashir
bin Ash Shobah telah menceritakan kepada kami, Abu Umar Ubaidilah bin Ahmad
As-Simar, dan Abul Qosim Al-Waroq: “Bahwa Ibnu Jarir At-Thabari berkata kepada
sahabat-sahabatnya: “Bagaimana pendapat kalian, bila aku akan menulis tentang
sejarah alam dari sejak Adam sampai sekarang ini? Mereka bertanya: “Berapa
banyakkah itu? Maka beliau menjawab, kira-kira 30 ribu lembar, lali beliau sadar, dengan berkata: I”Innalillah! Lalu beliau
mengurungkan niatnya.
Kemudian beliau ringkas
karangan itu sebanyak 3000 lembar, dan ketika beliau ingin membuat tafsir,
berkata kepada mereka seperti itu. Beliau diberi kekuasaan
atas wilayah yang penuh kedzalman, namun beliau menolak dan lebih memilih
menjadi seorang ahli fiqih, mujtahid, sejarawan, mufassir, memahami sunnah,
ilmu al-Qur’an dan atsar para sahabat serta tabi’in.
b)
Mazhab dan Aqidah Beliau
Bahwa beliau sebelum
mencapai derajat mujtahid beliau bermadzhab Syafi’i, pernyataan ini didapatkan
dalam kitab “Thobaqotul Kubro” milik Ibnu as-Subki.
AL Fagroghi berkata: “Harun
bin Abdul Aziz berceritakepadaku:” Abu Ja’far Ath_Thabari bekata: “aku memilih
madzhab Imam syafi’i, dan aku ikuti beliau di Baghdad selama 10 tahun.Dalam
kitab “Thobaqotul Mufassirin” milik As-Suyuthi, beliau berkata “Pertama, beliau
bermadzhab Syafi’i, lalu membuat madzhab sendiri, dengan perkataan-perkataan dan
petikan-petikan sendiri, dan beliau mempunyai pengikut yang mengikutinya.
Adapun aqidah beliau aqidah
salafus Sholeh ahlus Sunnah wal Jamaah. Memang awalnya beliau pengikut madzhab
Syafi’i di masa mudanya, kemudian menjadi madzhab fiqih tersendiri. Meriwayatkan
dari Ath-Thabrani, Abu Bakr, Syafe’i , Muhammad Syaebani dan dari yang lain.
Ibnu Atsir berkata: “Abu Ja’far orang yang paling tsiqot dalam mengungkap
sejarah, di dalam tafsirnya sarat dengn ilmu dan legalitasnya.” Imam
Adz-Dzahabi berkata: “Dia orang yang tsiqot, hafidz, jujur, imamnya para
mufassir, fuqoha, baik ketika mufakat maupun ikhtilaf, pakar sejarah dan
antropologi, mengetahui qiro’an dan linguistik.” Khalifah memintanya untuk
mengarang buku fiqih, kemudia beliau mengarang kitab dengan judul Al-Khafif,
kemudian beliu diberi imbalan seribu dinar namun dikembalikan.
c)
Kitab-Kitab Imam At-Thabari
1.
Jami’ Al-Bayan fi Ta’wil Ai Al-Qur’;an yang lebih
dikenal dengan sebutan Kitab At-Tafsir Ath-Thabari
2.
Tarikh Umam wa Al-Muluk yang lebih dikenal dengan
nama Kitab Tarikh Ath-Thabari
3.
Dzail Al-Mudzil
4.
Ikhtilaf ‘Ulama Al-Amshar fi Ahkam Syara’i Al-Islam
yang lebih dikenal dengan nama Kitab Ikhtilaf Al-Fuqoha’
5.
Lathif Al-Qoul fi Ahkam Syara’i Al-Islam, yaitu
fiqih Al-Jariri
6.
Al-Khafif fi Ahkam Syara’i Al-Islam, yaitu
ringkasan Kitab Lathif Al-Qoul
7.
Basith Al-Qouli fi Ahkam Syara’i Al-Islam
8.
Tadzib Al-Atsar wa Tafshil Ats-Tsabit ‘an
Rasulullah Shallahu Alaihi wa Sallam min AL-Akhba
9.
Adab AL-Qudhah
10. Adab
An-Nufus Al-Jayyidah wa Al-Akhlaq Al-HamidaAl-Musnad Al-Mujarrad
11. Ar-Raddu
‘ala Dzi Al-Asfar, yaitu Kitab yang berisi bantahannya terhadap Ali Dawud bin
Ali Azh-Zhahiri
12. Al-Qiro’at
wa Tanzil Al-Qur’an
13. Sharih
As-Sunnah
14. At-Tabshir
fa Ma’alim Ad-Din
15. Fadha’il
Ali bin Abi Thalib
16. Fadha’il
Abu Bakar wa Umar
17. Fadha’il
Al-Abbas
18. Kitab fi
‘Ibarah Ar-Ru’ya fi al-Hadits (kitab ini belum disempurnakan Imam Ath-Thabari
19. Mukhtasar
Manasik Al-Hajj
20. Mukhtasar
Al-Fara’id
21. Ar-Raddu
‘ala Ibnu Abdil Hakam ‘ala Malik
22. Al-Mujiz
fi Al-Ushu
23. Ar-Ramyu
bi An-Nasyab
24. Ar-Risalah
fi Ushul Al-Fiqih
25. Musnad
Ibnu Abbas
26. Al-‘Adad
wa At-Tanzil
27. Kitab
Al-Mustarsyid
28. Ikhtiyar
min Aqawil Al-Fuqoha’
d) Wafat
Imam At-Thabari
Sebelum Imam Ath-Thabari wafat beliau
diminta untuk berwasiat terlebih dahulu, karena beliau adalah seseorng yang
dianggap menjadi hujjah bagi pada masanya. Beliau pun berwasiat, “Wasiatku
kepada kalian adalah kerjakanlah apa-apa yang telah akutulis dalam kitab-kitab
karyaku dan jangan menyalahinya. Perbanyak mengerjakan shalat dan
berdzikir.” Setelah menyampaikan pesan itu beliau lalu mengusap
kedua tangannya ke wajahnya untuk memejamkan matanya dengan membentengkan
jari-jari tangannya. Pada saat yang demikian itulah, ruhnya meninggalkan jasadnya.
2. Mazhab
Al-Auza’i
Abu Amru Abdurrahman bin Amru bin Muhammad
al-Auza’i ad-Dimasyqi adalah ulama dari Syam yang kemudian berpindah ke ke
Beirut sampai wafatnya, yang mendapat julukan Syaikhul Islam. Beliau dikenal dengan nama
nisbahnya, Al-Auza’i, nisbah ke daerah Al-Auza’, salah satu wilayah di
Damaskus. Beliau dilahirkan pada tahun 88 H tatkala sebagian para sahabat Nabi Muhammad shollallohu ‘alaihi wa sallam masih hidup, beliau
mengalami masa kanak-kanak dalam keadaan yatim. Namun, sejak kecil, beliau
senantiasa berusaha memperbaiki diri. Sebagaimana layaknya ulama lainnya,
beliau melakukan perjalanan menuju Yamamah dan Bashrah sebagai petualangan
dalam menuntut ilmu.
a. Masa Muda
Al-Auza’i
Al-Abbas bin al-Walid bercerita bahwa guru-gurunya
berkata, bahwa al-Auza’i bercerita, “Ayahku meninggal ketika aku masih kecil.
Pada suatu hari aku bermain-main dengan anak-anak sebayaku, maka lewatlah
seseorang (dikenal sebagai seorang syaikh yang mulia dari Arab), lalu anak-anak
lari ketika melihatnya, sedangkan aku tetap di tempat. Lantas Syaikh tersebut
bertanya kepadaku, “Kamu anak siapa?”; maka saya menjawabnya. Kemudian dia
berkata lagi, “Wahai anak saudaraku, semoga Allah merahmati ayahmu.” Lalu dia
mengajakku kerumahnya, dan tinggal bersamanya sehingga aku baligh. Dia
mengikutsertakan aku dalam dewan (kantor/mahkamah pengadilan) untuk
bermusyawarah dan juga ketika pergi bersama rombongan ke Yamamah.
Tatkala aku sampai di
Yamamah, aku masuk ke dalam masjid jami’. Pada waktu keluar masjid ada seorang
temanku berkata kepadaku, “Saya melihat Yahya bin Abi Katsir (salah seorang
ulama Yamamah) kagum kepadamu; dan dia mengatakan, ‘Tidaklah saya melihat di
antara para utusan itu ada yang lebih mendapatkan petunjuk daripada pemuda
itu!’” Al-Auza’i berkata, “Kemudian aku bermajelis dengannya dan menulis ilmu
darinya hingga 14 atau 13 buku, kemudian terbakar semuanya.” Beliau adalah
orang yang pertama kali menulis buku ilmu di Syam. Beliau adalah orang
yang menghidupkan malamnya dengan shalat lail, membaca al-Qur’an dan menangis.
Bahkan sebagian penduduk kota Beirut bercerita bahwa pada suatu hari ibunya
memasuki rumah al-Auza’i dan memasuki kamar shalatnya, maka dia mendapati
tempat shalatnya basah karena air mata tangisan malam harinya.
b. Guru dan murid
Al-Auza’i.
Beliau mengambil hadis dari Atha’ bin Abi Rabah,
Qasim bin Makhimarah, Syaddad bin Abu Ammar, Rabi’ah bin Yazid, Az-Zuhri,
Muhammad bin Ibrahim At-Taimi, Yahya bin Abi Katsir, dan sejumlah ulama besar
dari kalangan tabiin lainnya. Diceritakan juga bahwa beliau sempat mengambil hadis dari Muhammad bin Sirin di waktu Muhammad bin Sirin sakit. Sementara, daftar para ulama yang menjadi murid
beliau antara lain: Syu’bah, Ibnu Mubarak, Walid bin Muslim, Al-Haql bin Ziyad,
Yahya bin Hamzah, Yahya Al-Qaththan, Muhammad bin Yusuf, Al-Faryabi, Abu
Al-Mughirah, dan sejumlah ulama lainnya. Beliau meninggal pada tahun 153 H, dan kebanyakan ulama berkata bahwa
beliau meninggal pada tahun 157 H di bulan Shafar.
3.
Mazhab Dhahiri
Pembangun Madzhab ini,
ialah Abu Sulaiman Daud ibn Ali Al Asfahani yang kemudian dikenalkan dengan
nama Daud Ad Dhahiri. Beliau dilahirkan di Kufah dalam tahun 202 H, dibesarkan
di Bagdad dan wafat di sana dalam tahun 270 H. Mula-mula beliau bermadzhab Syafi’i,
dan amat teguh memegang hadits. Beliau pernah belajar pada Ishaq ibn Rahawaih,
salah seorang fuqoha’ madrasah Al Hadits, pada tahun 233 H.[1][1]
Walaupun beliau ini
mempelajari madzhab Asy Syafi’i secara mendalam, sedang ayahnya bermadzhab
Hanafi, namun pada kemudiannya beliau menentang madzhab Asy Syafi’i, lantaran
Asy Syafi’i mempergunakan qiyas dan memandangnya sebagai sumber hukum. Oleh
karenanyalah fuqoha’-fuqoha’ Syafi’iyah menentangnya. Daud pernah berkata :
“Saya telah mempelajari dalil-dalil yang dipergunakan oleh Asy Syafi’i untuk
menentang istihsan. Maka saya mendapati bahwa dalil-dalil itu juga membatalkan
qiyas.” Daud berpendapat bahwa nash-nash yang dipergunakan oleh Ahlurra’yi
dalam memandang qiyas sebagai dasar hukum, adalah berguna di waktu tidak ada
sesuatu nash dari Kitabullah atau Sunnatur Rasul, dan beliau berpendapat bahwa
apabila kita tidak memperoleh nash dari Al-Quran dan As-Sunnah, maka hendaklah
kita memusyawaratkan hal itu dengan para Ulama, bukan kita berpegang kepada
pendapat ijtihad sendiri.
Madzhab beliau ini dikenal
dengan nama madzhab Dhahiri, karena beliau berpegang kepada dhahir Al-Quran dan
As-Sunnah, tidak menerima adanya ijma’ terkecuali ijma’ yang diakui oleh semua
ulama. Madzhab ini diikuti oleh banyak ulama. Diantaranya, ialah anaknya
sendiri Muhammad ibn Daud, wafat tahun 297 H. dan Ibnul Mukhallis yang wafat
dalam tahun 324 H.
Madzhab ini berkembang di
Andalusia hingga abad ke-5 H. kemudian berangsur-angsur mundur, hingga lenyap
sama sekali, di abad ke-8.
a. Pandangan Ulama
Dzahiri tentang Ar ra’yu dan sumber hukum lainnya
Mengenai ra’yu dalam hal ini Ibnu Hazm berpendapat bahwa tidak ada ra’yu
dalam agama. Seseorang tidak berhak berijtihad dengannya dan tidak sah
mengistimbatkan hukum dengannya. Karena nash adalah hukum Allah Swt, sedangkan
apa yang dihasilkan oleh ra’yu berarti telah membuat hukum sendiri dan bukan
hukum Allah SWT. seseorang juga tidak berhak berpendapat dengan membawa nama
Allah kecuali hanya Rasul-Nya. Barang siapa yang berbicara dengan ra’yunya
dalam agama sungguh dia telah mengada-ada dan berbohong kepada Allah Swt.
b.
Sumber-sumber hukum Madzhab
Dhahiri
Beliau menerangkan
bahwasannya sumber-sumber hukum yang diambil yaitu :
1. Al Quran
2. As Sunnah
3. Ijma’
4. Dalil
c.
Metode ijtihad Madzhab Adh Dhahiri
Madzhab Adh Dhahiri yang kelahirannya dibidani Dawud bin Khalaf
al-Isbahani, dikenal literalis, dan menentang keras liberalisme dalam
berijtihad. Pengangum berat Imam Syafi`i yang dianggapnya sangat
kuat berpegang kepada nash Al-Quran dan Al-Sunnah ini, masyhur dengan predikat
"kaku" dan "tidak adaptif terhadap perubahan zaman".
Prinsip literal yang dipeganginya membuahkan kritikan keras terhadap metode
qiyas karena menurutnya sudah keluar dari nash. Baginya Syariat Allah yang
diturunkan kepada umat manusia sudah sempurna, tidak perlu lagi ada penambahan,
dan seakan akal sama sekali tidak diberikan porsi dalam berijtihad, misalnya
terlihat pada penolakan penggunaan metode ijtihad bi al-ra`yi seperti qiyas,
istihsan dan maslahah mursalah.
4. Mazhab Ats-Tsauri
Nama
lengkapnya adalah Sufyan bin Said bin Masruq bin Rafi’ bin Abdillah bin Muhabah
bin Abi Abdillah bin Manqad bin Nashr bin Al-Harits bin Tsa’labah bin Amir bin
Mulkan bin Tsur bin Abdumanat Adda bin Thabikhah bin Ilyas. Para ahli sejarah
sepakat, Sufyan Ats-Tsauri lahir di Kufah pada tahun 77 H/699 M. Ayahnya adalah
seorang ahli hadits ternama, yaitu Said bin Masruq Ats-Tsauri, dan teman
Asy-Sya’bi dan Khaitsamah bin Abdirrahman. Keduanya termasuk generasi tabi’in dan para perawi Kufah yang dapat
dipercaya. Keshalihan Sufyan Ats-Tsauri sudah tampak sejak ia masih berada
di dalam kandungan ibunya.
Suatu hari ibunya sedang berada di atas loteng rumah. Si ibu mengambil
beberapa asinan yang sedang dijemur tetangganya di atas dan memakannya. Tiba-tiba
Sufyan, yang masih berada di dalam rahim ibunya, menyepak sedemikian kerasnya,
sehingga si ibu mengira bahwa ia keguguran.
Sufyan pertama kali belajar kepada ayahnya dan kemudian belajar kepada
banyak guru hadits dan fiqih di kota Kufah dan kota Bashrah. Para penulis
riwayatnya lebih banyak mencatat guru-guru dalam bidang hadits dan fiqih, dan
tidak menyebutkan gurunya dalam bidang tasawuf. Karena itu boleh dikatakan,
kehidupan menyepinya, sehingga ia dijuluki manusia suci oleh para sufi, merupakan
pengembangan dari kedalaman ilmunya dalam ilmu-ilmu Islam, sebagaimana juga
di kemudian hari dipraktekkan oleh Imam Ghazali. Semula ia berguru ilmu
agama kepada ayahnya sendiri, kemudian kepada para guru hadits dari Bashrah
dan Kufah. Karena
kepakarannya, ia sering disebut dengan panggilan “Imam Sufyan Ats-Tsauri” (Ats-tsauri berarti
“yang pemikirannya selalu bergolak”).Banyak hadits yang diriwayatkannya,
sehingga ia dan kalangannya membentuk suatu madzhab tersendiri dalam
fiqih. Madzhab fiqih
Sufyan Ats-Tsauri bertahan hingga dua abad, setelah itu menghilang, dan
sekarang kita hanya menemukan pendapat-pendapatnya dalam cuplikan beberapa
kitab kuning.
Murid-murid Ats-Tsauri antara lain Aban bin Taghlab, Syu’bah, Zaidah,
Al-Auza’i, Malik, Zuhair bin Muawiyah, Mus’ar, Abdurrahman bin Mahdi, Yahya bin
Said, Ibnu Al-Mubarak, Jarir, Hafsh bin Ghayyats, Abu Usamah, Ishaq Al-Azraq,
Ruh bin Ubadah, Zaidah bin Al-Habbab, Abu Zubaidah Atsir bin Al-Qasim, Abdullah
bin Wahab, Abdurrazzaq, Ubaidillah Al-Asyja’i , Isa bin Yunus, Al-Fadhl bin
Musa As-Sainani, Abdullah bin Namir, Abdullah bin Dawud Al-Khuraibi, Fudhail
bin Iyadh, Abu Ishaq Al-fazari, Makhlad bin Yazid, Mush’ab bin Al-Muqaddam,
Al-Walid bin Muslim, Mu’adz bin Mu’adz, Yahya bin Adam, Yahya bin Yaman, Waki’,
Yazid bin Nu’aim, Ubaidillah bin Musa, Abu Hudzaifah An-Nahdi, Abu ‘Ashim,
Khalad bin Yahya, Qabishah, Al-faryabi, Ahmad bin Abdillah bin Yunus, Ali bin
Al-Ju’di (ia adalah perawi tsiqat, terpercaya, paling akhir yang
meriwayatkan dari Sufyan Ats-Tsauri).
KESIMPULAN
Mazhab Sunni adalah istilah lain dari mazhab ahli sunnah wal jama'ah. Kata ahli
sunnah wal jama'ah ini terdapat dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Thabrani
t entang terpecahnya umat Islam menjadi 73 golongan. Semuanya sesat kecuali
golongan ahli sunnah wal jama'ah. Golongan ahli sunnah wal jama'ah adalah
mereka yang mengikuti sunah Rasul dan para sahabatnya termasuk para tabi'in
dalam memahami ayat Al Qur'an terutama ayat-ayat yang bersifat
mutasyabihat/samar.
Mazhab Sunni yang masih berkembang sampai saat ini
adalah Mazhab Hanafi, Mazhab Maliki, Mazhab Syafi’i dan Mazhab Hambali.
Sedangkan mazhab yang telah punah adalah mazhab Ats-Tsauri, mazhab Ad-Dhahiri,
Mazhab Al Auza’i dan Mazhab At-Thabari.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qathan,
Syaikh Manna’ ”Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an”,5 Oktober 2017, http://seputarbiografi.blogspot.com http://www.mutiarapublic.com/ragam-public/biografi-tokoh-
islam/biografi-imam-abu-hanifah-pendiri-madzhab-hanafi/
Abu
zahrah, Muhammad, Imam Syafi’i: Biografi dan pemikarannya dalam Maasalah Aqidah
& Fiqih, Penerjemah: Abdul Syukur dan Ahmad Rivai Uthman, cet.2 (Jakarta: Lentera,
2005).
Comments
Post a Comment